DEBUS
Bentuk Atraksi Debus Permainan debus merupakan bentuk kesenian yang dikombinasikan dengan seni tari, seni suara dan seni kebatinan yang bernuansa magis. Kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, atau untuk hiburan masyarakat.
Pertunjukan ini dimulai dengan pembukaan (gembung), yaitu pembacaan sholawat atau lantunan puji-pujian kepada Nabi Muhammad, dzikir kepada Allah, diiringi instrumen tabuh selama tiga puluh menit. Acara selanjutnya adalah beluk, yaitu lantunan nyanyian dzikir dengan suara keras, melengking, bersahut-sahutan dengan iringan tetabuhan. Bersamaan dengan beluk, atraksi kekebalan tubuh didemonstrasikan sesuai dengan keinginan pemainnya : menusuk perut dengan gada, tombak atau senjata almadad tanpa luka; mengiris anggota tubuh dengan pisau atau golok; makan api; memasukkan jarum kawat ke dalam lidah, kulit pipi dan anggota tubuh lainnya sampai tebus tanpa mengeluarkan darah; mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tapi dapat disembuhkan seketika itu juga hanya dengan mengusapnya; menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulitnya tetap utuh.
Selain itu, juga ada atraksi menggoreng kerupuk atau telur di atas kepala, membakar tubuh dengan api, menaiki atau menduduki tangga yang disusun dari golok yang sangat tajam, serta bergulingan di atas tumpukan kaca atau beling. Atraksi diakhiri dengan gemrung, yaitu permainan alat-alat musik tetabuhan.
Banten adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia dan sekaligus
nama suku bangsa asal yang terdapat di provinsi tersebut. Sebagian orang
berpendapat bahwa orang Banten adalah orang Sunda juga, karena
kebudayaan yang ditumbuhkembangkan oleh mereka pada umumnya sama dengan
orang Sunda. Dalam kebahasaan misalnya, orang Banten menggunakan bahasa
yang mereka sebut sebagai "Sunda-Banten", yaitu bahasa yang menunjukkan
beberapa perbedaan dibandingkan dengan bahasa Sunda yang lain, terutama
dalam intonasinya. Lepas dari masalah kesamaan dan perbedaan kebudayaan
yang ditumbuhkembangkan oleh orang Sunda dan orang Banten itu, yang
jelas bahwa Banten adalah sebuah suku bangsa yang ada di Provinsi Banten
(Melalatoa, 1995).
Sebagaimana masyarakat suku bangsa lainnya di Indonesia, orang Banten juga mempunyai berbagai jenis kesenian tradisional. Salah satu diantaranya yang kemudian yang kemudian menjadi label masyarakat Banten adalah debus1). Artinya, jika seseorang mendengar kata "debus", maka yang terlintas dalam benaknya adalah "Banten".
Konon, kesenian yang disebut sebagai debus ada hubungannya dengan tarikat Rifaiah yang dibawa oleh Nurrudin Ar-Raniry ke Aceh pada abad ke-16. Para pengikut tarikat ini ketika sedang dalam kondisi epiphany (kegembiraan yang tak terhingga karena "bertatap muka" dengan Tuhan), kerap menghantamkan berbagai benda tajam ke tubuh mereka. Filosofi yang mereka gunakan adalah "lau haula walla Quwata ilabillahil 'aliyyil adhim" atau tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Jadi, kalau Allah mengizinkan, maka pisau, golok, parang atau peluru sekalipun tidak akan melukai mereka.
Di Banten pada awalnya kesenian ini berfungsi untuk menyebarkan ajaran Islam. Namun, pada masa penjajahan Belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa, seni ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten untuk melawan Belanda. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman, kesenian ini hanya berfungsi sebagai sarana hiburan semata.
Pemain
Para pemain debus terdiri dari seorang syeh (pemimpin permainan), beberapa orang pezikir, pemain, dan penabuh gendang. 1-2 minggu sebelum diadakannya pertunjukan debus biasanya para pemain akan melaksanakan pantangan-pantangan tertentu agar selamat ketika melakukan pertunjukan, yaitu: (1) tidak boleh minum-minuman keras; (2) tidak boleh berjudi; (3) tidak boleh mencuri; (4) tidak boleh tidur dengan isteri atau perempuan lain; dan lain sebagainya.
Tempat dan Peralatan Permainan
Permainan debus biasanya dilakukan di halaman rumah pada saat diadakannya acara-acara lain yang melibatkan banyak orang. Peralatan yang digunakan dalam permainan adalah: (1) debus dengan gada-nya (2) golok yang digunakan untuk mengiris tubuh pemain debus; (3) pisau juga digunakan untuk mengiris tubuh pemain; (4) bola lampu yang akan dikunyah atau dimakan (sama seperti permainan kuda lumping di Jawa Tengah dan Timur; (5) panci yang digunakan untuk menggoreng telur di atas kepala pemain; (6) buah kelapa ; (7) minyak tanah dan lain sebagainya. Sementara alat musik pengiringnya antara lain: (1) gendang besar; (2) gendang kecil; (3) rebana; (4) seruling; dan (5) kecrek.
Jalannya Permainan
Permainan debus pada umumnya diawali dengan mengumandangkan beberapa lagu tradisional (sebagai lagu pembuka atau "gembung"). Setelah gembung berakhir, maka dilanjutkan dengan pembacaan zikir dan belum atau macapat yang berisi puji-pujian kepada Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw. Tujuannya adalah agar mendapat keselamatan selama mempertunjukkan debus. Setelah zikir dan macapat selesai, maka dilanjutkan dengan permainan pencak silat yang diperagakan oleh satu atau dua pemain tanpa menggunakan senjata tajam.
Kegiatan selanjutnya adalah permainan debus itu sendiri yang berupa berbagai macam atraksi, seperti: menusuk perut dengan menggunakan debus; mengupas buah kelapa dan memecahkannya dengan cara dibenturkan ke kepala sendiri; memotong buah kelapa dan membakarnya di atas kepala; menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala; menyayat tubuh dengan sejata tajam seperti golok dan pisau; membakar tubuh dengan minyak tanah atau berjalan-jalan di atas bara api; memakan kaca dan atau bola lampu; memanjat tangga yang anak tangganya adalah mata golok-golok tajam dengan bertelanjang kaki; dan menyiram tubuh dengan air keras.
Sebagai tambahan, pada atraksi penusukan perut dengan menggunakan debus, seorang pemain memegang debus, kemudian ujungnya yang runcing ditempelkan ke perut pemain lainnya. Setelah itu, seorang pemain lain akan memegang kayu pemukul yang disebut gada dan memukul bagian pangkal debus berkali-kali. Apabila terjadi "kecelakaan" yang mengakibatkan pemain terluka, maka Syeh akan menyembuhkannya dengan mengusap bagian tubuh yang terluka disertai dengan membaca mantra-mantra, sehingga luka tersebut dalam dapat sembuh seketika. Kemudian, ketika atraksi penyayatan tubuh dengan sejata tajam seperti golok dan pisau, pemain akan menusukkan senjata tersebut ke beberapa bagian tubuhnya seperti:: leher, perut, tangan, lengan, dan paha. Namun, melakukannya, ia mengucapkan mantra-mantra agar tubuhnya kebal dari senjata tajam. Salah satu contoh mantranya adalah: "Haram kau sentuh kulitku, haram kau minum darahku, haram kau makan dagingku, urat kawang, tulang wesi, kulit baja, aku keluar dari rahim ibunda. Aku mengucapkan kalimat la ilaha illahu". Dan, ketika atraksi pemakanan kaca dan atau bola lampu, yang dimuntahkan bukannya serpihan kaca melainkan puluhan ekor kelelawar hidup.
Nilai Budaya
Permainan debus yang dilakukan oleh masyarakat Banten, jika dicermati secara mendalam, maka di dalamnya mengandung
kebudayaan banten
Kondisi sosial budaya masyarakat Banten diwarnai oleh potensi dan kekhasan budaya masyarakatnya yang sangat variatif, mulai dari seni bela diri pencak silat, debus, rudat, umbruk, tari saman, tari topeng, tari cokek, dog-dog, palingtung, dan lojor. Hampir semua seni tradisionalnya sangat kental diwarnai dengan etika Islam. Ada juga seni tradisional yang datang dari luar kota Banten, tapi semua itu telah mengalami proses akulturasi budaya sehingga terkesan sebagai seni tradisional Banten, misalnya seni kuda lumping, tayuban, gambang kromong dan tari cokek. Bahasa yang digunakan masyarakat Banten khususnya yang berada di wilayah utara menggunakan bahasa Jawa Serang, sedangkan di wilayah selatan menggunakan Bahasa Sunda. Namun demikian, masyarakat setempat umumnya lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia.
Provinsi Banten juga terkenal dengan masyarakat tradisonalnya yang masih memegang teguh adat tradisi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Mereka dikenal dengan suku Baduy yang tinggal di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran sungai Ciujung di pegunungan Kendeng.
Banten selatan, sekitar 65 km sebelah selatan ibukota Provinsi Banten. Pemerintah menetapkan kawasan cagar budaya Pegunungan Kendang seluas 5.101,85 ha di Kenekes sebagai tempat tinggal mereka. Daerah ini dikenal sebagai wilayah titipan nenek moyang mereka yang harus dipelihara dan dijaga dengan baik, tidak boleh dirusak, dan tidak boleh diakui sebagai hal milik pribadi. Suku ini memiliki sejarah kebudayaan yang tinggi dan terkenal sehingga menjadikan Banten primadona wisata baik domestik maupun mancanegara, dengan tujuan wisata alam maupun untuk kegiatan penelitian ilmiah.
Meski kesenian di Banten banyak ragamnya, debus merupakan kesenian yang paling populer. Kesenian ini diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Agama Islam diperkenalkan oleh Sunan Gunung Jati, salah satu pendiri Kesultanan Cirebon pada 1520, dalam ekspedisi damainya bersamaan dengan penaklukan Sunda Kelapa. Kemudian, ketika kekuatan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajahan Belanda. Apalagi, di masa pemerintahannya tengah terjadi ketegangan dengan kaum pendatang dari Eropa, terutama para pedagang Belanda yang tergabung dalam Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama dan bekal kehidupan di kemudian hari. Nilai-nilai itu antara lain kerja sama, kerja keras, dan religius.
Nilai kerja sama tercermin dalam usaha para pemain yang saling bahu-membahu dalam menunjukkan atraksi-atraksi debus kepada para penonton. Nilai kerja keras tercermin dalam usaha pemain untuk dapat memainkan debus. Dalam hal ini seseorang yang ingin memainkan debus harus berlatih secara terus menerus sambil menjalankan syarat-syarat dan pantangan-pantangan tertentu agar ilmu debusnya menjadi sempurna. Dan, nilai religius tercermin dalam doa-doa yang dipanjatkan oleh para pemain. Doa-doa tersebut dibacakan dengan tujuan agar para pemain selalu dilindungi dan mendapat keselamatan dari Allah SWT selama menyelenggarakan permainan debus.
Rampak Bedug
Banten juga mempunyai ragam budaya
warisan dunia yang khas dan unik seperti halnya Rampak Bedug. Rampak
bedug adalah tarian tradisional Banten berpadu dengan iringan musik
utama yang di hasilkan oleh bermacam bentuk bedug, bedungnya
pun di mainkan oleh orang yang ternyata adalah penari rampak bedug
bergantian menari dan memukul bedug dan di iringi dengan musik
tradisional.
Tarian Rampak Bedug kini telah di
kembangkan oleh pemerintah Provinsi dan di tetapkan sebagai tarian
tradisional untuk menjaga tradisi dan budaya Banten dan di perkenalkan
ke seluruh jagat nusantrara dan bahkan ke seluruh penjuru dunia.
saat ini rampak bedug yang berpusat di
kota Pandeglang ini sering di tampilkan dalam acara-acara dan festival
besar untuk sekedar mengahdiri sekaligus promosi akan budaya Banten yang
menakjubkan. sungguh megah maha karya Indonesia yang begitu banyak
ragam budaya dan tradisinya, dan salah satunya adalah yang ada di Banten
tersebut.
Kita sepatutnya sadar akan tradisi dan
budaya kita yang sangat indah dan mempesona. Budaya kita hampir hilang
di telan zaman karena ada budaya lain yang masuk ke negeri kita yang
kaya, sehingga kitapun tidak tau akan kekayaan itu karena telah tertutup
oleh budaya luar. Saatnya kita bangkit dan menujukkan pada dunia bahwa
kita adalah NEGERI MAHA KARYA yang mempunyai kekayaan warisan dunia yang
kita jaga bukanlah NEGERI RAKSASA TERTIDUR yang besar tapi harta dan
kekayaannya tidak tau sedang di rampas orang lain.
GAMBAR-GAMBAR KEBUDAYAAN BANTEN